Di tengah perkembangan jaman yang semakin menuntut kinerja tinggi layanan pegawai saat ini mengingatkan kita akan budaya kerja bangsa Jepang “Kaizen” yang sangat inspiratif. Kaizen atau yang berarti perbaikan berkesinambungan merupakan budaya Jepang yang mendorong pegawainya selalu memiliki komitmen tinggi pada setiap pekerjaannya, tepat waktu sesuai dengan jadwal dan efisiensi dalam hal biaya (Suwondo & ASMI, 2012). Lalu adakah hubungannya dengan tema kita kali ini? Budaya kerja 5S? Berdasarkan hasil kajian literatur yang ada ternyata intisari Kaizen merupakan Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke atau yang lebih dikenal budaya kerja 5S. Dalam penerapannya di Indonesia, budaya kerja ini ternyata juga telah diadopsi dan diterjemahkan melalui budaya 5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin (Muharromah & Siswanto, 2013). Lalu seperti apakah sebenarnya arti budaya kerja yang dinilai inspiratif ini?
Seiri (Ringkas) – merupakan kegiatan yang
berfokus pada prinsip keteraturan dalam pemilihan/sortir barang atau dokumen
pekerjaan yang diperlukan dan yang tidak diperlukan (Citra & Hephzy, 2019).
Budaya kerja ini sangat dibutuhkan dalam suatu lingkungan kerja dengan kondisi
penatausahaan yang tidak tertata rapi yang menyulitkan bagi user dalam
pencarian data atau dokumen secara cepat. Hal ini tentu saja berpengaruh pada
efisiensi waktu dalam bekerja dan menghambat kinerja operasional dalam suatu
organisasi. Selain efisiensi waktu, Suwondo & ASMI (2012) menambahkan
keuntungan dengan diterapkannya budaya kerja Ringkas ini menjadikan tempat
kerja menjadi lebih nyaman, penghematan pemakaian ruangan dan data/dokumen
dapat terhindar dari kerusakan lebih awal dengan penataan yang rapi.
Seiton (Rapi) – Fase kedua setelah mengatur
dokumen yang ada (Seiri) dilanjutkan dengan kegiatan merapikan dokumen atau
barang sesuai dengan tempat dan standard penyimpanannya (Muharromah &
Siswanto, 2013). Misal, barang atau dokumen disimpan berdasarkan jenis
material/bahannya dengan menggunakan fungsi tata letak dimana memudahkan
pencarian barang atau dokumen dan pelaksanaan stock opname.
Contoh lainnya adalah dengan pemberian label terhadap dokumen atau barang yang
ada di lingkungan kerja kita. Selain keuntungan memudahkan pencarian barang
berdasarkan labelnya atau daftar inventaris barang, proses kerja menjadi lebih
cepat dan meminimalkan terjadinya kehilangan barang atau dokumen karena
terpantau dengan baik.
Seiso (Resik) – Setelah menjadi rapi, fase
selanjutnya adalah membersihkan barang, dokumen maupun ruangan kerja dengan
mengutamakan prinsip kedisplinan pegawai untuk menjaga lingkungan kerja tetap
bersih dan rapi (Citra & Hephzy, 2019). Contoh penerapannya dalam
keseharian kita dikantor adalah kebersihan meja kerja, Gudang penyimpanan
barang, dapur, lemari arsip, tempat ibadah, toilet dan ruangan kantor lainnya.
Keuntungan yang didapatkan selain suasana dan lingkungan kerja yang nyaman,
barang atau dokumen juga terjaga kebersihannya, biaya kerusakan pada
barang-barang atau peralatan pun menjadi berkurang karena terpelihara dengan
baik.
Seiketsu (Rawat) – Prinsip ini dimaksudkan
agar masing-masing pegawai dapat menerapkan ketiga fase tersebut diatas secara
berkelanjutan dengan kegiatan monitoring dan pengawasan (Muharromah &
Siswanto, 2013). Salah satu caranya adalah dengan membuat checklist atas
pekerjaan 3S (Seiri, Seiton, dan Seiso) yang telah dilakukan dalam keseharian
kita di lingkungan kerja. Fase ini membutuhkan komitmen dan kedisiplinan yang
tinggi dari seluruh pegawai mulai dari level pimpinan sampai dengan bawahan,
sehingga penerapan reward dan punishment dinilai
akan menjaga keberlangsungan pelaksanaan fase ini.
Shitsuke (Rajin) – Prinsip yang terakhir
ini mengarah pada kegiatan yang mencerminkan kesadaran pribadi masing-masing
pegawai dalam kesehariannya di kantor, misal dengan kesadaran merapikan barang,
dokumen atau peralatan tanpa harus diingatkan oleh atasan (Muharromah &
Siswanto, 2013). Dalam hal ini kegiatan pelatihan dan pembiasaan disiplin
kepada pegawai perlu dilaksanakan dengan tujuan menjadikan kegiatan sebagai
kebiasaan dan akhirnya menjadi budaya kerja tanpa disadari oleh pegawai.
Program budaya kerja 5S tersebut diatas tentu akan berhasil
diterapkan melalui strategi komunikasi yang baik dalam suatu organisasi. Selain
komunikasi juga dibutuhkan beberapa komponen utama lainnya seperti dukungan
manajemen, perencanaan yang baik, struktur manajemen yang efektif, pilot
project maupun pelatihan yang berkelanjutan. Apabila semuanya
terpenuhi, sasaran budaya kerja 5S dapat tercapai yaitu suasana kerja yang
kondusif, keamanan dan kenyamanan dalam bekerja, lingkungan kerja yang rapi
serta kedisiplinan pegawai yang terjaga.
Jadi, kalau kita tidak mulai dari sekarang, kapan lagi?
Pustaka
Citra, A., & Hephzy, Y. I.
(2019). MENGOMUNIKASIKAN BUDAYA KERJA 5S (Seiri, Seiso, Seiketsu, Shitsuke,
Seiton). Expose: Jurnal
Ilmu Komunikasi, 2(2),
213-229.
Muharromah, I. A., &
Siswanto, S. (2013). Implementasi Budaya 5 R sebagai Budaya Kerja di
Pktn. TEKNOEKONOMI-Jurnal
Pendayagunaan Hasil Litbang Iptek Nuklir, 7(2).
Suwondo, C., & ASMI, P. P. M.
M. I. (2012). Penerapan budaya kerja unggulan 5S (seiri, seiton, seiso,
seiketsu, dan shitsuke) di Indonesia. Jurnal
magister manajemen, 1(1),
29-48.
Sumber : http://itjen.pu.go.id/single_kolom/39
No comments:
Post a Comment